
Ini salah satu contoh penafsiran Al-Qur’an yang tanpa ilmu oleh “ru’usan juhhalan” yang berfatwa ngawur tanpa ilmu.
Al-Fathir ayat 28, yang merupakan lanjutan ayat 27, dianggap satu ayat yang berdiri sendiri.
Jadinya ditafsiri seperti ini: semua yang takut kepada Alloh adalah ulama. Jadi, manusia, hewan, tumbuhan, asal takut kepada Alloh maka disebut ulama.
وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ وَالْأَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَٰلِكَ ۗ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ
..dan dari manusia, binatang melata, dan binatang ternak yang bermacam-macam bentuknya, seperti itu juga. Sesungguhnya yang takut kepada Alloh dari hamba-hambanya adalah orang-orang yang berilmu. Sesungguhnya Alloh Maha Mulia lagi Maha Pengampun.
So, yang bener gimana? Mari kita ikuti saja penafsiran para ulama. Perhatikan nukilan Tafsir Ibu Katsir berikut ini:
ولهذا قال تعالى بعد هذا : ( إنما يخشى الله من عباده العلماء ) أي : إنما يخشاه حق خشيته العلماء العارفون به; لأنه كلما كانت المعرفة للعظيم القدير العليم الموصوف بصفات الكمال المنعوت بالأسماء الحسنى – كلما كانت المعرفة به أتم والعلم به أكمل ، كانت الخشيةله أعظم وأكثر .
Sesungguhnya yang takut kepada Alloh, sebenar-benarnya takut adalah para ulama yang mengetahui (makrifat) kepada-Nya. Karena merekalah yang memiliki pengetahuan tentang keagungan Alloh, kekuasaan Alloh, ke-Maha Tahuan Alloh, yang mempunyai seluruh sifat-sifat sempurna yang baik. Ketika pengetahuan ini mendalam, maka rasa takut mereka kepada Alloh lebih banyak dan lebih besar.
قال علي بن أبي طلحة ، عن ابن عباس في قوله تعالى : ( إنما يخشى الله من عباده العلماء ) قال : الذين يعلمون أن الله على كل شيء قدير .
(Ulama adalah) orang-orang yang mengetahui bahwa Alloh maha kuasa atas segala sesuatu
قال ابن لهيعة ، عن ابن أبي عمرة ، عن عكرمة ، عن ابن عباس قال : العالم بالرحمن من لم يشرك به شيئا ، وأحل حلاله ، وحرم حرامه ، وحفظ وصيته ، وأيقن أنه ملاقيه ومحاسب بعمله .
Orang yang alim kepada Zat yang Rahman adalah orang yang tidak menyekutukan Alloh sedikitpun, menghalalkan yang dihalalkan-Nya, mengharamkan yang diharamkan-Nya, menjaga wasiat-Nya, dan yakin bahwa suatu saat dia bertemu dengan-Nya, dan dihitung amal-amalnya di dunia.
وقال سعيد بن جبير : الخشية هي التي تحول بينك وبين معصية الله عز وجل .
Takut kepada Alloh adalah sesuatu yang menghalangi antara kamu dan maksiat kepada Alloh Azza Wa Jalla.
وقال الحسن البصري : العالم من خشي الرحمن بالغيب ، ورغب فيما رغب الله فيه ، وزهد فيما سخط الله فيه ، ثم تلا الحسن : ( إنما يخشى الله من عباده العلماء إن الله عزيز غفور ) .
Orang Alim adalah orang yang takut kepada Arrahman bil Ghaib, mencintai yang dicintai Alloh, menjauhi yang dibenci-Nya.
وعن ابن مسعود ، رضي الله عنه ، أنه قال : ليس العلم عن كثرة الحديث ، ولكن العلم عن كثرة الخشية .
Orang berilmu bukan yang banyak omong, tapi yang banyak takutnya kepada Alloh.
وقال أحمد بن صالح المصري ، عن ابن وهب ، عن مالك قال : إن العلم ليس بكثرة الرواية ، وإنما العلم نور يجعله الله في القلب .
Ilmu bukan banyaknya riwayat, tapi cahaya yang diciptakan Alloh di dalam hati.
قال أحمد بن صالح المصري : معناه : أن الخشية لا تدرك بكثرة الرواية ، وأما العلم الذي فرض الله ، عز وجل ، أن يتبع فإنما هو الكتاب والسنة ، وما جاء عن الصحابة ، رضي الله عنهم ، ومن بعدهم من أئمة المسلمين ، فهذا لا يدرك إلا بالرواية ويكون تأويل قوله : ” نور ” يريد به فهم العلم ، ومعرفة معانيه .
Takut kepada Alloh memang tidak akan ditemukan dari banyaknya riwayat. Sedangkan ilmu yang diwajibkan Alloh untuk diikuti adalah Qur’an, sunnah dan yang dicontohkan para sahabat radiallohu anhum, dan imam-imam umat Islam setelahnya. Nah, ilmu ini tidak bisa didapat kecuali dengan riwayat. Sedangkan yang dimaksud cahaya dalam nukilan di atas adalah pemahaman tentang ilmu dan pengetahuan tentang makna-maknanya.
Lafad “ulama” juga sudah mengalami distorsi dalam bahasa Indonesia. Yang asalnya orang-orang berilmu (dalam bahasa arab adalah jamak dari alim), menjadi sebuah gelar kebanggaan: ilmunya mendalam, di atas orang alim.
Wallahu’a’lam