Today

Hukum Salaman Kepada Guru dan Kiai Sambil Menundukkan Badan

Santri.ID

Hukum Salaman Kepada Guru dan Kiai Sambil Menundukkan Badan. (Foto: Ilustrasi Canva edu).

Dalam tradisi pesantren dan kehidupan masyarakat Islam Indonesia, salaman kepada guru atau kiai sambil menundukkan badan merupakan pemandangan yang sangat umum. Tindakan tersebut dianggap sebagai bentuk penghormatan dan adab seorang murid atau santri kepada gurunya. Namun, di tengah perkembangan zaman dan munculnya berbagai pandangan keagamaan, sebagian kalangan mempertanyakan: bagaimana sebenarnya hukum salaman sambil menundukkan badan menurut Islam? Apakah hal itu termasuk penghormatan yang dibenarkan atau justru mendekati perbuatan yang dilarang, seperti menyerupai sujud kepada manusia?

Artikel ini akan membahas hukum salaman kepada guru dan kiai sambil menundukkan badan dari sudut pandang syariat Islam, disertai dengan penjelasan ulama serta konteks sosial-budaya di pesantren dan masyarakat Muslim Indonesia.

Tradisi Salaman dalam Islam

Salaman (musafahah) adalah tindakan berjabat tangan antara dua orang sebagai bentuk penghormatan, kasih sayang, dan persaudaraan. Tradisi ini memiliki dasar dalam ajaran Islam. Rasulullah SAW bersabda:

“Tidaklah dua orang Muslim yang bertemu lalu bersalaman, kecuali dosa keduanya diampuni sebelum mereka berpisah.”
(HR. Abu Daud dan Tirmidzi)

Hadis ini menunjukkan bahwa salaman merupakan amalan yang dianjurkan dan berpahala jika dilakukan dengan niat baik, seperti menyebarkan kasih sayang dan menjaga ukhuwah. Dalam konteks pendidikan Islam, salaman antara santri dan kiai menjadi simbol adab dan penghormatan terhadap ilmu.

Namun, perdebatan muncul ketika salaman dilakukan dengan menundukkan badan secara berlebihan, sehingga muncul pertanyaan apakah hal itu termasuk dalam bentuk penghormatan yang berlebihan atau bahkan menyerupai sujud kepada manusia, yang jelas dilarang dalam Islam.

Menundukkan Badan: Antara Adab dan Larangan

Islam mengajarkan agar umatnya menghormati orang lain, terutama guru dan orang tua. Namun, Islam juga melarang bentuk penghormatan yang menyerupai ibadah kepada selain Allah. Dalam hal ini, perbedaan antara menundukkan badan sebagai bentuk adab dan sujud sebagai bentuk ibadah menjadi sangat penting untuk dipahami.

Ulama membedakan antara dua bentuk gerakan:

  1. Menundukkan badan sedikit sebagai tanda hormat.
    Ini dilakukan secara spontan, biasanya tidak sampai membungkuk secara sempurna. Ulama membolehkan hal ini selama tidak diniatkan sebagai ibadah atau pengagungan yang berlebihan.
  2. Membungkuk atau sujud seperti dalam ibadah.
    Hal ini jelas dilarang, karena Rasulullah SAW melarang umatnya untuk bersujud kepada sesama manusia.

Dalam sebuah hadis, ketika salah seorang sahabat bernama Mu’adz bin Jabal pulang dari Syam, ia melihat orang-orang di sana bersujud kepada para pemimpin mereka. Lalu ia berkata kepada Rasulullah SAW:

“Wahai Rasulullah, aku melihat mereka bersujud kepada pemimpin dan ulama mereka. Apakah kami boleh bersujud kepadamu?”
Rasulullah menjawab:
“Tidak boleh. Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang bersujud kepada orang lain, niscaya aku perintahkan istri untuk bersujud kepada suaminya.”
(HR. Ibnu Majah)

Hadis ini menjadi dasar kuat bahwa sujud kepada manusia, dalam bentuk apapun, tidak diperbolehkan. Namun, menundukkan badan sedikit tanpa niat ibadah dan hanya sebagai bentuk sopan santun, sebagian ulama menganggapnya tidak termasuk perbuatan haram, selama tidak berlebihan dan tidak diniatkan sebagai bentuk pengagungan.

Pandangan Ulama Tentang Menundukkan Badan Saat Salaman

1. Pandangan Ulama Mazhab Syafi’i

Mazhab Syafi’i yang banyak diikuti di Indonesia menekankan pentingnya adab dan penghormatan terhadap guru. Dalam kitab I’anah at-Thalibin, Syekh Abu Bakar ad-Dimyathi menjelaskan bahwa menghormati guru dan ulama adalah wajib, namun dengan batasan yang tidak melanggar syariat.

Menundukkan badan ringan ketika berjabat tangan dianggap sebagai bentuk ta’dzim (penghormatan), bukan ibadah, sehingga tidak termasuk dalam kategori syirik atau bid’ah. Namun, jika dilakukan dengan berlebihan sampai menyerupai rukuk, maka hukumnya makruh tahrim, bahkan bisa mendekati haram.

2. Pandangan Ulama Mazhab Hanafi dan Maliki

Dalam pandangan ulama Hanafi dan Maliki, gerakan menundukkan badan yang berlebihan termasuk dalam bentuk penghormatan yang tidak dianjurkan. Mereka berpendapat bahwa cukup dengan berjabat tangan dan memberi salam tanpa gerakan tubuh yang menyerupai ibadah.

3. Pandangan Ulama Kontemporer

Ulama kontemporer seperti Syekh Yusuf al-Qaradawi juga menjelaskan bahwa menundukkan badan untuk penghormatan bukanlah ibadah jika dilakukan secara spontan dan tanpa niat pengagungan. Namun beliau menegaskan bahwa umat Islam sebaiknya menjaga batas antara adab dan ibadah, agar tidak menimbulkan fitnah atau salah paham di masyarakat.

Konteks Budaya Pesantren

Dalam budaya pesantren di Indonesia, salaman sambil menundukkan badan memiliki makna yang sangat mendalam. Santri menundukkan badan bukan karena menganggap kiai sebagai sosok yang disembah, melainkan sebagai simbol tawadhu’ (rendah hati) dan penghormatan terhadap ilmu.

Pesantren mengajarkan bahwa ilmu tidak akan bermanfaat tanpa adab. Karena itu, salaman dengan menundukkan badan menjadi bentuk nyata dari penghormatan dan rasa syukur atas bimbingan guru. Hal ini berbeda dengan tindakan sujud atau rukuk dalam ibadah.

Tradisi seperti ini juga terdapat dalam budaya Islam di negara lain. Misalnya, di beberapa negara Timur Tengah dan Asia Selatan, murid mencium tangan guru sebagai bentuk penghormatan. Maka, penting untuk memahami bahwa nilai niat dan konteks budaya menjadi kunci dalam menilai hukum suatu perbuatan.

Batasan yang Harus Diperhatikan

Agar tidak melampaui batas dan tetap sesuai syariat, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam salaman sambil menundukkan badan:

  1. Tidak diniatkan sebagai ibadah atau pengagungan.
    Niat harus semata-mata untuk menunjukkan adab dan rasa hormat, bukan bentuk penyembahan.
  2. Tidak berlebihan dalam gerakan tubuh.
    Menunduk sedikit sekadar simbol sopan santun dibolehkan, tetapi membungkuk seperti rukuk dilarang.
  3. Hindari jika menimbulkan fitnah atau kesalahpahaman.
    Jika tindakan ini dikhawatirkan menimbulkan anggapan buruk di kalangan masyarakat, lebih baik dihindari demi menjaga kemurnian akidah.
  4. Utamakan nilai spiritual daripada formalitas gerakan.
    Penghormatan sejati kepada guru tidak hanya tampak dalam gerakan fisik, tetapi dalam akhlak, kepatuhan terhadap ajaran, dan penerapan ilmu.

Pandangan Tokoh Ulama Nusantara

Ulama Nusantara memiliki pandangan yang bijak dalam menggabungkan nilai syariat dan budaya lokal. KH Hasyim Asy’ari dalam kitab Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim menekankan pentingnya adab santri kepada guru, termasuk menghormati dengan cara sopan, tidak meninggikan suara, dan menunjukkan kerendahan hati.

Namun, beliau juga mengingatkan agar penghormatan itu tidak sampai menyerupai ibadah. Intinya, ta’dzim kepada guru adalah kewajiban moral dan spiritual, tetapi harus dilakukan dalam koridor ajaran Islam yang murni.

Kesimpulan

Hukum salaman kepada guru atau kiai sambil menundukkan badan tergantung pada niat dan kadar gerakannya. Jika dilakukan dengan niat adab dan penghormatan, serta tidak sampai menyerupai rukuk atau sujud, maka hukumnya boleh menurut mayoritas ulama. Namun, jika dilakukan secara berlebihan atau dengan keyakinan mengagungkan manusia layaknya Tuhan, maka hukumnya haram.

Dalam konteks pesantren dan budaya Islam di Indonesia, tradisi ini lebih bersifat simbolik—melambangkan kerendahan hati dan penghormatan terhadap ilmu, bukan pengagungan terhadap manusia. Oleh karena itu, santri dan umat Islam sebaiknya tetap menjaga keseimbangan antara adab dan tauhid, sehingga tradisi luhur tetap lestari tanpa melanggar prinsip-prinsip akidah Islam.

Sumber:

  • Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin
  • KH Hasyim Asy’ari, Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim
  • Yusuf al-Qaradawi, Fiqh al-Awlawiyyat
  • Kementerian Agama RI. (2023). Etika dan Tradisi Pesantren di Indonesia
  • NU Online. (2024). Hukum Menundukkan Badan Ketika Salaman kepada Guru dan Kiai

Related Post

Leave a Comment