Today

Lebih Baik Mana Santri Fokus Ngaji atau Santri Ngaji dan Khidmah Kepada Kiyai?

Santri.ID

Lebih Baik Mana Santri Fokus Ngaji atau Santri Ngaji dan Khidmah Kepada Kiyai / Image Canva Edu

Menjadi seorang santri bukan hanya soal menuntut ilmu agama, tetapi juga tentang membentuk akhlak, kedisiplinan, dan ketundukan kepada guru. Dalam dunia pesantren, ada dua jalan yang sering menjadi perbincangan: apakah santri sebaiknya fokus hanya pada ngaji (belajar) atau sebaiknya menyeimbangkan antara ngaji dan khidmah (pengabdian) kepada kiai? Kedua hal ini memiliki nilai dan keutamaan tersendiri dalam perjalanan seorang penuntut ilmu. Artikel ini akan membahas secara mendalam makna, keutamaan, dan keseimbangan antara belajar dan khidmah agar santri dapat memahami hakikat sejati dari menuntut ilmu di pesantren.

Makna Ngaji dalam Tradisi Pesantren

Ngaji dalam konteks pesantren bukan sekadar membaca kitab kuning atau mendengar ceramah. Lebih dari itu, ngaji berarti proses mendalami ilmu agama secara menyeluruh dengan bimbingan seorang guru atau kiai. Dalam tradisi pesantren, ngaji mencakup tiga hal utama: belajar ilmu syar’i, memahami maknanya, dan mengamalkannya dalam kehidupan.

Santri yang fokus ngaji biasanya memiliki jadwal belajar yang padat, mulai dari subuh hingga malam hari. Mereka membaca kitab, menghadiri halaqah, dan mendalami berbagai cabang ilmu seperti fikih, tafsir, hadis, dan tasawuf. Fokus ini tentu membawa hasil besar dalam penguasaan ilmu. Banyak ulama besar seperti KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Ahmad Dahlan mengawali perjuangan mereka dengan fokus total pada proses belajar di pesantren.

Namun, dalam perjalanan spiritual, ngaji tidak hanya tentang memperbanyak hafalan dan penguasaan materi. Tujuan utama dari ngaji adalah tashfiyatun nafs (penyucian jiwa) dan tahdzibul akhlak (pembentukan akhlak mulia). Oleh karena itu, ilmu yang dipelajari santri baru akan sempurna jika disertai dengan adab dan keikhlasan dalam mengamalkannya.

Pengertian dan Makna Khidmah kepada Kiai

Khidmah berasal dari bahasa Arab yang berarti pengabdian atau pelayanan. Dalam konteks pesantren, khidmah kepada kiai berarti membantu kiai dalam berbagai urusan, baik yang bersifat pribadi, sosial, maupun keilmuan. Misalnya membantu menyiapkan pengajian, membersihkan lingkungan pesantren, atau bahkan melayani kebutuhan kiai sehari-hari.

Bagi sebagian orang, khidmah mungkin terlihat sebagai pekerjaan sederhana. Namun dalam pandangan pesantren, khidmah adalah amal yang sangat tinggi nilainya. Banyak kisah santri yang memperoleh keberkahan ilmu dan kehidupan karena keikhlasannya dalam khidmah. Seorang kiai sering berkata, “Khidmah kepada guru membuka pintu ilmu yang tidak didapat dari kitab.”

Khidmah juga melatih santri untuk rendah hati, disiplin, dan sabar. Dalam proses khidmah, santri belajar tentang tanggung jawab dan keikhlasan. Bahkan, banyak ulama besar di masa lalu yang mendapatkan derajat tinggi bukan semata karena banyaknya ilmu, tetapi karena kesetiaan dan pengabdiannya kepada guru.

Fokus Ngaji: Keutamaan dan Tantangannya

Santri yang fokus ngaji biasanya memiliki semangat intelektual yang tinggi. Ia berusaha memahami setiap makna dari kitab yang dipelajari dan berjuang untuk menguasai berbagai cabang ilmu agama. Keuntungan dari fokus ngaji adalah santri dapat menjadi alim, ahli dalam bidang tertentu, dan memiliki pemahaman mendalam terhadap syariat.

Namun, tantangannya adalah munculnya kesombongan intelektual atau kurangnya pengalaman dalam hal pengabdian dan sosial. Kadang santri yang terlalu fokus belajar melupakan aspek keikhlasan dan adab. Ia menjadi pintar secara ilmu, tetapi kering secara ruhani. Padahal dalam tradisi pesantren, adab lebih utama daripada ilmu.

Imam Malik pernah berkata kepada muridnya, “Pelajarilah adab sebelum mempelajari ilmu.” Ungkapan ini menjadi pegangan penting bagi para santri, bahwa ilmu yang tidak disertai adab dan pengabdian tidak akan membawa keberkahan.

Santri yang Ngaji dan Khidmah: Keseimbangan yang Ideal

Santri yang mampu menyeimbangkan antara ngaji dan khidmah biasanya memiliki pribadi yang matang. Ia tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga lembut hati, sabar, dan memiliki jiwa sosial tinggi. Dalam pandangan kiai, santri seperti inilah yang paling berpotensi menjadi ulama sejati.

Ketika santri membantu kiai, ia sebenarnya sedang belajar dengan cara lain. Ia belajar melalui teladan langsung, bukan hanya dari kitab. Ketika melihat kiai bersikap sabar, tawadhu, dan penuh kasih, santri belajar makna akhlak secara nyata. Itulah yang disebut dengan talim bil hal — belajar melalui keteladanan.

Banyak kisah santri yang awalnya biasa saja dalam pelajaran, namun karena khidmah tulus kepada kiai, kehidupannya penuh keberkahan. Mereka sering disebut sebagai santri barokah, yaitu santri yang ilmunya sedikit tapi manfaatnya luas. Sebab keberkahan datang dari adab dan keikhlasan, bukan semata dari kepandaian.

Perspektif Kiai dan Ulama tentang Khidmah

Para kiai klasik sering menekankan pentingnya khidmah. Dalam banyak pesantren, ada ungkapan populer: “Man khadama ‘alima, waritsa ‘ilmuhu” — “Barang siapa berkhidmah kepada seorang alim, maka ia akan mewarisi ilmunya.”

KH. Maimoen Zubair, salah satu ulama besar Nusantara, sering berpesan kepada santri bahwa khidmah bukan penghalang belajar, melainkan jalan menuju pemahaman yang lebih dalam. Beliau berkata, “Santri yang khidmah itu ibarat menanam padi di sawah subur, walau sedikit menanam, hasilnya melimpah.”

Artinya, khidmah bukan pengganti ngaji, tapi penguat ngaji. Santri yang khidmah dengan ikhlas akan mendapatkan futuh (terbukanya hati dan pikiran) sehingga lebih mudah memahami ilmu yang ia pelajari.

Bagaimana Menyeimbangkan Ngaji dan Khidmah

Keseimbangan antara ngaji dan khidmah bisa dicapai dengan manajemen waktu dan niat yang benar. Santri sebaiknya tidak melihat khidmah sebagai gangguan terhadap belajar, melainkan bagian dari proses belajar itu sendiri.

Berikut beberapa tips agar santri bisa menyeimbangkan keduanya:

  1. Niatkan khidmah sebagai ibadah. Dengan niat yang benar, setiap aktivitas kecil seperti membersihkan kamar kiai atau membantu memasak bisa menjadi ladang pahala.
  2. Atur waktu ngaji dengan disiplin. Jangan menunda belajar karena alasan khidmah, tetapi atur agar keduanya saling mendukung.
  3. Ambil hikmah dari setiap tugas khidmah. Setiap perintah kiai memiliki pelajaran tersendiri, baik tentang kesabaran, tanggung jawab, maupun keikhlasan.
  4. Jaga komunikasi dengan kiai. Mintalah arahan agar tahu kapan waktu yang tepat untuk belajar dan kapan untuk membantu.

Kesimpulan: Keduanya Saling Melengkapi

Dalam pandangan pesantren, tidak ada dikotomi antara santri yang fokus ngaji dan santri yang ngaji sambil khidmah. Keduanya memiliki peran penting dalam membentuk kepribadian santri yang paripurna.

Santri yang hanya fokus ngaji mungkin cepat memahami kitab, tapi belum tentu hatinya lembut dan rendah hati. Sementara santri yang khidmah tanpa belajar bisa kehilangan arah dan pemahaman agama yang benar. Maka yang terbaik adalah santri yang menyeimbangkan antara ngaji dan khidmah, karena di situlah letak keberkahan ilmu dan kematangan jiwa.

Seorang santri sejati bukan hanya pintar dalam ilmu, tetapi juga kuat dalam adab, sabar dalam khidmah, dan ikhlas dalam beramal. Itulah cerminan warisan para ulama terdahulu yang mampu menjadi cahaya bagi umat.

Sumber:

  • Kitab Ta’limul Muta’allim karya Imam Az-Zarnuji
  • Pesan KH. Maimoen Zubair tentang adab dan khidmah santri
  • Tradisi dan nilai-nilai pesantren Nusantara

Related Post

Leave a Comment